Apakah Anda pernah mengalami homesick di rumah sendiri, seperti nostalgia pada alam yang indah, air yang jernih, gunung yang sejuk, alam yang terbuka, bunga yang warna warni, pohon yang rindang, dan semacam itu. Perasaan itu begitu dalam hingga menimbulkan keresahan placeless pada dekapan semesta yang damai.
Limitasi ruang, apalagi di tengah kepungan gedung, menyeret kita tertatih tatih mengumpulkan kepingan ingatan akan bumi yang nyaman itu. Tetapi ingatan itu terus mengakumulasi, acapkali meletup dalam bentuk ketidakstabilan emosi, stress, dan impuls negatif lainnya yang membingungkan karena tidak diketahui persis sebab musababnya.
Orang kota menerjemahkannya menjadi piknik, bertamasya ke alam, mudik ke kampung halaman, dan semacam itu. Namun, betapa pun itu semua rutin dilakukan, bahkan jadi industri pariwisata masif hari ini, manusia saat ini tidak pernah luruh dari homesick semacam itu.
Glenn Albrecht menyebut jenis pengalaman seperti itu sebagai solastalgia. Terminologi itu digunakan Albrecht pada tahun 2003 dalam presentasinya di Konferensi Kesehatan Lingkungan (Ecohealth Conference) di Montreal Kanada. Istilah itu merupakan tesis dari refleksi Albrecht atas korelasi yang gamblang antara kerusakan lingkungan dan patologi psikis yang dialami masyarakat asli di Australia akibat pertambangan batu bara.
Patologi terjadi karena goyahnya keseimbangan kosmos pada suatu komunitas, berikut individu-individu di dalamnya. Dalam teori-teori kesehatan dan lingkungan, manusia dan jagad hidupnya bersifat interaktif. Dalam setiap pribadi dan komunitas terdapat keseimbangan yang terpelihara antara jagad tubuh (mikro kosmos) dan jagad semesta (makro kosmos) yang membentuk pengertian-pengertian relasional di antara keduanya sekaligus membentuk kesehatan suatu pribadi dan komunitas yang bersifat holistik. Dengan kata lain, alam yang sehat akan menyehatkan manusia. Sebaliknya, alam yang porak poranda juga akan meluluhlantakkan kesehatan manusia.
Solastalgia merupakan gabungan dari kata Latin solus dan kata Yunani algia. Solus artinya sendirian, sepi, kesunyian, terasing. Kata ini kemudian berkembang menjadi desolate, yakni hilangnya kenyamanan yang disertai kepedihan yang dalam, perasaan kesepian akibat tercerabut dari kenyamanan.
Algia artinya rasa sakit, penderitaan, duka. Yakni tekanan emosional atau ketidakstabilan eksistensial yang diakibatkan oleh perasaan tercerabut atau perasaan terasing (solus). Albrecht mengalamatkan tekanan tersebut pada perubahan lingkungan yang disandingkan dengan nostalgia ekologis, sehingga menyulutkan stres emosial, yakni perasaan tercerabut dari lingkungan.
Ketika dihubungkan dengan bayangan masa depan, ketidaknyamanan itu memupuk trauma eksistensial yakni kecemasan terhadap topangan alam yang terus tergerus dan lenyap, melahirkan kecemasan ekologis.
Pada tahun 2007, Albrecht mendalami istilah itu dalam situasi yang dihadapi suku Wonnarua and Awabakal di wilayah Upper Hunter New South Wales, Australia. Dua suku ini menyaksikan dan mengalami hilangnya alam yang mereka jiwai dari generasi ke generasi setelah sejumlah perusahaan pertambangan raksasa mengeruk wilayah leluhur mereka menjadi penambangan batu bara.
Situs sakral dan warisan kebudayaan yang mereka hayati sekonyong-konyong disulap jadi hamparan pengerukan yang kelam dan hampir tidak dikenali lagi; suatu dunia alien yang menyedot mereka seperti mesin waktu dan dalam sekejap menjumpai kenyataan yang kontras dengan peradaban mereka.
Tercerabut dari kenyataan yang telah membentuk seluruh makna diri dan relasinya dengan dunia, menurut Albrecht meninmbulkan sindrom psikoteratik, yakni guncangan psikis akibat perubahan lingkungan. Ketika perubahan tersebut permanen, ingatan akan tempat yang dulunya nyaman membayang-bayangi dan terus menjadi sandaran untuk mengukur masa depan.
Ironisnya, masa lalu itu tak pernah kembali. Inilah yang menjadi esensi solastalgia, suatu nostalgia akan alam yang memberi dekapan nyaman, alam tempat bersandar, alam yang memberi susu dan madu. Gerakan lingkungan global menyebutnya alam motherearth atau suku-suku Amerika Tengah menamainya Read Entire Article

1 day ago
1



















:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4712422/original/082274000_1704936798-000_343E9UQ.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5355398/original/029576100_1758298977-WhatsApp_Image_2025-09-19_at_22.50.23_f76b1b1f.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3515744/original/041629600_1626769193-000_ARP4069963.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3240237/original/048246700_1600303636-ps5-04.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4677184/original/009841400_1701920967-Screenshot_2023-12-07_103353.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5355264/original/056678900_1758281471-WhatsApp_Image_2025-09-19_at_17.32.03.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1531926/original/069009300_1489055847-Nafa-Urbach-6.jpg)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5333528/original/078029600_1756646756-WhatsApp_Image_2025-08-31_at_15.18.12.jpeg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5352893/original/071452900_1758145788-AP25260730474674.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5141379/original/090135400_1740362319-Mohan_2.jpg)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5348808/original/094973100_1757900938-Raisa_Marie_2.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5333603/original/084951800_1756676375-rayo_vs_barcelona_2.jpg)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5343768/original/082983900_1757472213-063_2210940745.jpg)
