Ekonom ingatkan risiko pemberian pinjaman ke pemda dari APBN

13 hours ago 1
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Tanpa disiplin fiskal dan akuntabilitas yang jelas, kebijakan ini justru berisiko menciptakan tekanan baru pada APBN, bukan memperkuatnya

Jakarta (ANTARA) - Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengingatkan risiko kebijakan yang memungkinkan pemerintah pusat memberikan pinjaman kepada pemerintah daerah (pemda), BUMN dan BUMD dengan menggunakan dana dari APBN.

Untuk diketahui, Presiden RI Prabowo Subianto resmi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2025 tentang Pemberian Pinjaman oleh Pemerintah Pusat pada 10 September 2025.

“Di atas kertas, kebijakan ini dapat menjadi salah satu cara untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan mendorong kegiatan ekonomi di daerah. Namun, di sisi lain, potensi dampaknya terhadap kesehatan fiskal nasional tidak bisa dianggap ringan,” kata Yusuf saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.

Mengingat dana berasal dari APBN, Yusuf mengingatkan bahwa setiap risiko gagal bayar dari pemda atau BUMN pada akhirnya akan menambah beban fiskal pusat, terutama jika tidak ada mekanisme pengawasan yang kuat dan disiplin dalam pengelolaan pinjaman.

Dalam konteks ini, catat Yusuf, pengalaman Tiongkok bisa menjadi pelajaran penting. Skema pembiayaan daerah di negara tersebut memang sempat berhasil mempercepat pembangunan, tetapi kemudian menciptakan tumpukan utang lokal yang besar karena lemahnya pengendalian dan pengawasan fiskal.

“Indonesia perlu berhati-hati agar kebijakan serupa tidak menimbulkan risiko yang sama, yakni terjadinya liabilities tersembunyi yang membebani APBN di masa mendatang,” kata dia.

Untuk itu, pemerintah perlu memastikan bahwa implementasi PP 38/2025 dijalankan dengan prinsip kehati-hatian (prudential fiscal management).

Setiap permohonan pinjaman harus diseleksi berdasarkan kapasitas fiskal daerah, tingkat kemandirian keuangan dan kelayakan ekonomi proyek yang akan dibiayai.

Pengawasan independen dan transparansi laporan juga menjadi kunci untuk mencegah penyalahgunaan dana atau pembiayaan proyek yang tidak produktif.

“Tanpa disiplin fiskal dan akuntabilitas yang jelas, kebijakan ini justru berisiko menciptakan tekanan baru pada APBN, bukan memperkuatnya,” kata Yusuf.

Dihubungi secara terpisah, Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin juga menyampaikan hal senada.

Ia mengingatkan pemberian pinjaman kepada pemda dan BUMN harus dilakukan secara hati-hati, hanya untuk kebutuhan mendesak dan sesuai kapasitas pembayaran.

Pembayaran pokok pinjaman dapat dilakukan secara berkala melalui pemotongan Transfer ke Daerah (TKD), baik setiap semester maupun setiap tahun.

“Untuk menghindari kepala daerah yang melempar tanggung jawab utang kepada penggantinya, tenor utang harus tidak boleh lebih panjang dari masa jabatan kepala daerah yang menandatangani perjanjian pinjaman. Hal lain, DPRD harus menyetujui rencana pinjaman tersebut,” kata Wijayanto.

Ia menilai kebijakan ini dipicu oleh kekhawatiran pemerintah bahwa pemda tidak mampu membiayai pembangunan, bahkan kebutuhan operasional, akibat pemangkasan TKD.

Selain itu, menurutnya, kebijakan ini mengandung unsur financial engineering sebagai upaya pemerintah menyiasati ketentuan defisit maksimal 3 persen terhadap PDB.

Wijayanto memandang PP 38/2025 membuka peluang bagi pemerintah untuk mengalihkan TKD yang semula tercatat sebagai belanja APBN menjadi pinjaman dari pemerintah pusat yang dikategorikan sebagai pembiayaan APBN.

“Jika ini berlanjut maka kita akan memasuki era di mana defisit APBN di bawah 3 persen tetapi utang pemerintah terus melejit. Ujung-ujungnya adalah semakin buruknya keberlanjutan fiskal kita,” kata dia.

Menurut dia, langkah yang lebih terbuka dan sehat adalah dengan menerbitkan APBN Perubahan untuk menyesuaikan TKD, serta meninjau kembali batas defisit APBN sebesar 3 persen. Meskipun tidak populer, opsi ini dinilai lebih aman dan transparan.

Baca juga: Ekonom: Pemangkasan TKDD ujian bagi kemandirian fiskal daerah

Baca juga: Ekonom: Menkeu diganti berpotensi geser pendekatan fiskal pemerintah

Baca juga: Ekonom: Sinergi fiskal-moneter jaga ekonomi domestik di tengah gejolak

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

Read Entire Article